KONSEPSI DEMOKRASI DALAM KEHIDUPAN EKONOMI DAN POLITIK MENURUT PERSPEKTIF ARTHASASTRA (Merangkai Butir Mutiara Kepemimpinan)
Oleh : Untung Suhardi
Abstract
Arthasastra book first examines community by explaining the purpose trayi, anvikshiki, Varta, and danda within the framework of human existence. Then went on to explain warnasrama dharma as the foundation of social order and the general obligations that apply to everyone. As a statesman, Kautilya pay great attention to work and power. Arthasastra reflected elements of democracy, as described in the conception of democracy among other kingdoms or states recognize diversity; folk in the free association or organization; cooperation are independent and harmonious; seek justice; contained the separation and division of powers; powers acquired under the law; election of state officials based on moral qualities and skills; government policy implemented by law; carried out in a planned leadership succession; no freedom of individuals to develop their talents and interests; ensure the protection of the rights and welfare; magnitude of taxes and trading profits stipulated by the agreement, and dispute resolution institutionalized by prioritizing peace.
Key Word: Democracy, Arthasastra, politics and the state.
Pendahuluan
Bangsa Indonesia sampai tahun ini sudah menjalani umur kemerdekaan yang sudah mencapai umur 68. Hal ini bukanlah usia yang muda lagi tetapi sudah sangat matang untuk menyiapkan masa depan bangsa yang lebih baik lagi. Pada masa perjuangan kemerdekaan gaung tentang demokrasi pancasila sudah sangat marak dikumandangkan, sehingga oleh para pejuang kemerdekaan bangsa merumuskannya pada dasar negara yaitu Pancasila dan UUD 45 yang terdapat dalam pembukaan undang-undang tahun 1945. Tetapi untuk mewujudkan hal itu tidaklah mudah banyak pihak yang tidak setuju dengan paham demokrasi pancasila yang mengutamakan musyawarah mufakat dan kekuasaan berada ditangan rakyat, banyak dari oknum kontra demokrasi menolak tentang konsepsi ini, sehingga muncul paham liberalisme, kapitalisme, teokrasi yang terpimpin oleh satu agama sampai dengan komunisme. Akan tetapi melihat keadaan budaya bangsa Indonesia yang menerapkan nilai-nilai Pancasila ini sudah dari jaman kerajaan terdahulu, sehingga menjadi nafas dalam berperilaku sehari-hari, sehingga paham tersebut tidaklah cocok diterapkan didalam masyarakat Indonesia, maka para pendiri bangsa mengkultuskan bahwa demokrasi di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang mendasarkan kepada kepentingan rakyat dan keadilan sosial tanpa membedakan suku, asal, ras, agama ataupun golongan. Hal ini nampaknya hampir senada dengan sistem pemerintahan india kuno yang disebut dengan arthasastra yang didalamnya terdapat ajaran tentang ilmu pemerintahan, ekomomi, politik dan urusan ketatanegaraan yang terintegrasi dengan kesatuan pemerintahan yang lain.
Sepanjang sejarah peradaban manusia bahwa Arthasastra merupakan sebuah rujukan pandangan dalam ilmu kepemimpinan. Menurut pandangan beberapa para ahli kepemimpinan dan para pakar ekonomi bahwa sejak jaman dahulu sebelum perkembangan ilmuan modern Arthasastra ini sudah dijadikan referensi untuk para pemimpin yang ada di seluruh dunia. Para pemuka pemerintahan yang ada di seluruh dunia menggunakan panduan buku ini sebagai acuan dalam menjalankan pemerintahan, seperti pada kehidupan Romawi dan Yunani yang dalam perkembangan peradaban dunia sangat kagum dengan adanya acuan ini. Padahal jika dikaji dengan ilmiah sesungguhnya Arthasastra sudah ada jauh sebelum perkembangan kebudayaan tersebut. Berdasarkan referensi yang dikemukakan oleh I.B.Radendra Suastama, M.H yang menyadur terjemahan L.N Rangarajan (1992) beliau menulis bahwa buku Arthasastra sudah ditulis sekurangnya pada 18 abad yang lalu. Dari tulisan yang terkait ini bahwa dalam perkembangan kehidupan dipanggung politik dunia bahwa peran pemimpin sangatlah mutlak diperlukan karena dalam hal ini pemimpin merupakan tonggak sejarah dalam kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dalam torehan sejarah dari seluruh dunia.